POJOKNULIS.COM - Indonesia terkenal akan kekayaan budaya, tradisi, bahasa, wisata alam dan bangunan-bangunan bersejarah. Itu semua menjadi daya tarik dan perhatian jutaan wisatawan lokal maupun manca negara.
Hampir setiap kota atau daerah di Indonesia mempunyai bangunan yang bersejarah yang sekaligus menjadi ikon daerah tersebut.
Sokaraja salah satu daerah di wilayah Kabupaten Banyumas, Provinsi Jawa Tengah yang terkenal akan batik yang khas. Selain itu, di Sokaraja pun terkenal dengan wisata kulinernya seperti gethuk sokaraja, soto sokaraja, dan nopia.
Namun, selain itu Sokaraja ternyata juga menyajikan banyak peninggalan sejarah yang juga mempunyai daya tarik tersendiri bagi wisatawan.
Di Sokaraja, ada bangunan-bangunan tua bersejarah dengan gaya arsitek khas tempo dulu. Apabila kita mempunyai ketertarikan terhadap bangunan-bangunan tua bergaya Eropa, maka berkunjung ke Sokaraja adalah pilihan tepat.
Salah satu rekomendasi tempatnya yaitu dengan berkunjung ke Gereja Kristen Indonesia (GKI) Sokaraja. GKI berlokasi di Jl Gatot Subroto 36-38, Dusun I Sokaraja Kidul, Sokaraja Kidul, Kec. Sokaraja, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah. Tempat itu sekarang dikenal pula dengan sebutan Rumah Anugrah.
Gereja Kristen Indonesia (GKI) Sokaraja merupakan bangunan tua peninggalan sejarah yang sangat indah dan menarik. Peninggalan sejarah tersebut berupa bangunan klasik zaman kolonial yang bernuasa gabungan antara Cina dan Jawa. Bangunan itu masih ada dan terawat dengan baik hingga kini.
Bangunan yang sekarang difungsikan sebagai Gereja Kristen Indonesia (GKI) Sokaraja, pada awalnya merupakan rumah tinggal saudagar kaya di Sokaraja bernama Kho Giok Seng (Alm). Bangunan itu dibangun pada tahun 1895 (berdasarkan ukiran tulisan tahun di kusen pintu utama menuju ke ruang beranda belakang yang ada di bagian belakang bangunan utama).
Sampai dengan tahun 1989, bangunan tersebut masih dipergunakan sebagai bagian bangunan rumah tinggal keturunan Kho Giok Seng.
Pada tanggal 11 Februari 1989, bangunan yang mempunyai gaya arsitektur oriental oleh keluarga dihibahkan kepada Gereja Kristen Indonesia (GKI) Sokaraja dan untuk selanjutnya sampai saat ini dipergunakan sebagai bangunan ibadah Gereja.
Bangunan GKI Sokaraja terletak di dalam lahan dimana terdapat bangunan lainnya. Di sisi utara terdapat bangunan rumah keluarga. Sisi Selatan terdapat bangunan untuk kegiatan usaha dan yayasan. Sementara, di sisi Barat terdapat bangunan baru untuk pendukung kegiatan gereja. Sedangkan di sisi Timur berbatasan dengan jalan Jend. Gatot Subroto, Sokaraja.
Bangunan gereja tersebut terbagi dalam empat massa bangunan. Massa terbesar dan terbesar kedua merupakan bangunan induk (bangunan aslinya), sedangkan dua massa bangunan lainnya yang berada di bagian depan dan belakang bangunan induk bukan bangunan asli.
Terlihat merupakan bangunan tambahan (teras depan dan belakang) yang dibangun sebagai tambahan atau perluasan dan dibangun pada waktu yang tidak bersamaan dengan bangunan induknya.
Ruangan pada bangunan induk di bagian depan merupakan ruangan beranda serbaguna. Ruangan itu terbuka lebar tanpa dinding, di bagian muka yang berfungsi publik untuk menerima tamu maupun untuk bertransaksi perdagangan hasil bumi dan lainnya (pada zaman itu).
Kondisi bangunan terlihat terawat. Material lantai masih asli menggunakan tegel abu-abu ukuran 20 x 20 cm. Material penutup atap pada bangunan induk telah mengalami pergantian dari sebelumnya.
Dari semula menggunakan genteng tanah diganti menggunakan atap genteng metal. Namun secara penampilan tidak terlalu berpengaruh pada tampilan bangunan.
Pembagian ruang dalam denah bangunannya relatif sederhana yaitu beranda depan dan beranda belakang. Di bagian tengah terdapat ruang tengah atau ruang keluarga dan di sisi kiri dan kanannya terdapat ruang-ruang yang difungsikan sebagai ruang tidur.
Pintu-pintu yang menuju ruang tidur ambang bawahnya tidak langsung di atas lantai akan tetapi pada posisi kurang lebih 15 cm di atas lantai.
Pintu-pintu utama yang digunakan menuju ke beranda depan dan belakang tidak menggunakan engsel besi yang umum dijumpai.
Akan tetapi menggunakan engsel dari kayu pada daun pintu dan kusen pintu untuk engsel di bagian atas, sedangkan engsel di bagian bawah menggunakan lubang yang diberi ring besi yang ditanam di lantai. (*)