Makna Membungkukkan Badan bagi Orang Jepang

Berbahasa merupakan wujud proses komunikasi. Proses komunikasi diartikan sebagai perwujudan dari penyampaian pesan, pikiran, dan emosi komunikator (pemberi pesan) kepada komunikan (penerima pesan). Komunikasi ada dalam dua bentuk yakni komunikasi verbal dan nonverbal.

Komunikasi verbal dilakukan dengan menggunakan media bahasa yang disampaikan secara lisan maupun tulisan. Sementara, komunikasi nonverbal dilakukan dengan gerak-gerik, mimik, gestur tubuh, dan lain-lain. Komunikasi yang terjadi akan lebih dipahami bila ada kolaborasi yang saling mendukung antara komunikasi verbal dan nonverbal.

Bila seseorang memberikan respons setuju dengan ucapan “ya” atau “setuju”, maka pernyataan tersebut akan lebih dipahami bila diikuti dengan anggukan kepala. Sebaliknya, bila pernyataan tidak setuju, maka akan lebih diyakinkan bila disertai komunikasi nonverbal dengan cara menggelengkan kepala.

Di masyarakat tutur Jepang, komunikasi nonverbal diperlihatkan dengan suatu sikap yang disebut  sikap Ojigi. Ojigi adalah sikap menundukkan badan sebagai bentuk penghormatan  ketika mengucapkan salam, mengungkapkan permintaan, rasa terima kasih, atau permohonan maaf.

Pada buku Japanese Etiquette (YWCA, 1998:4-5), ada dua jenis ojigi yaitu ritsurei (立礼 ) dan zarei ( 座 礼 ). Ritsurei adalah ojigi yang dilakukan sambil berdiri. Sikap ojigi wanita dan pria berbeda.

Wanita Jepang melakukan ojigi dengan meletakkan tangan di depan badan, sedang untuk pria biasanya sambil menekan pantat untuk menjaga keseimbangan. 

Sementara, Zarei adalah ojigi yang dilakukan sambil duduk. Namun, yang perlu diketahui ialah tingkat derajat menundukkan badan antara risturei dan zarei tidak berbeda. Ojigi dilakukan bersamaan dengan komunikasi verbal dalam bentuk eshaku ( 会 釈 ), keirei ( 敬 礼 ), dan saikeirei ( 最 敬 礼 ).

Eshaku adalah ojigi yang dilakukan dengan menundukkan badan sekitar 15ᵒ, keirei sekitar 30ᵒ, sedangkan saikeirei sekitar 45ᵒ.  

Ucapan salam seperti ohayou gozaimasu ‘selamat pagi’, konnichi wa ‘selamat siang’, konban wa ‘selamat malam’ diucapkan dengan posisi badan menunduk sekitar 15ᵒ. Ketika mengucapkan terima kasih (arigatou gozaimasu) secara verbal akan disertai dengan menundukkan badan sekitar 30ᵒ.

Kedalaman saat menundukkan badan akan berbeda ketika mengucapkan permohonan maaf. Gomennasai atau moushiwake gozaimasen merupakan ungkapan permohonan maaf dalam bahasa Jepang. Itu diucapkan dengan cara menundukkan badan dengan kedalaman sekitar 45ᵒ.  

Ungkapan yang memiliki makna lebih berat akan disertai dengan sikap menunduk lebih dalam.

Ungkapan berat dalam hal ini misalnya permohonan maaf dari siswa terhadap guru/dosennya atau ucapan terima kasih karena permintaan seorang karyawan yang dipenuhi oleh atasannya. Ilustrasi ojigi atau sikap menundukkan badan dapat dilihat pada gambar berikut.

Bila penutur memperhatikan bahasa yang digunakan dengan baik dan hormat tentu saja komunikasi akan berjalan dengan baik. Pelaku tuturan akan selalu menjaga hubungan melalui bahasa yang dikemukakan.

Keigo ‘bahasa hormat’ merupakan salah satu ciri bahasa Jepang. Dalam dunia bisnis, misalnya di perkantoran, swalayan, hotel, bahkan di salon kecantikan kata-kata irasshaimase ‘selamat datang’, mata irasshatte kudasai ‘silakan datang lagi’, taihen omataseshimashita ‘maaf telah membuat Anda menunggu’, doumo arigatou gozaimasu ‘terima kasih banyak’, dan sebagainya, merupakan bentuk kalimat/ungkapan hormat terhadap konsumen.

Contoh berikut adalah ungkapan salam (selamat pagi) dalam bahasa Jepang yang memiliki variasi ungkapan:

  • Ossu;
  • Ohayou;
  • Ohayougozaimasu.

Ossu tidak tepat diucapkan seorang murid terhadap guru/dosennya. Ossu bisa diucapkan antarteman sebaya yang sudah dekat. Ungkapan salam ohayou gozaimasu lebih tepat diucapkan murid terhadap guru/dosen dan guru/dosen bisa menjawab dengan ucapan ohayou.

Dalam bahasa Indonesia, ossu diterjemahkan ‘ya’, ohayou ‘pagi’, dan ohayou gozaimasu ‘selamat pagi’. Demikian juga pada ungkapan permohonan maaf berikut.

  • gomen;
  • gomenasai;
  • moushiwakegozaimasen/Moushiwakearimasen.

Makin panjang ungkapan, maka akan terasa semakin santun. Pada tiga ungkapan di atas, moushiwakegozaimasen/moushiwakearimasen  memiliki kesantunan yang lebih daripada dua ungkapan lainnya.

Gomen merupakan permohonan maaf antar teman atau orang yang sudah dekat, gomenasai permohonan maaf yang lebih sopan dari gomen diutarakan kepada orang yang usianya di atas penutur.

Sedangkan ungkapan moushiwake gozaimasen/moushiwake arimasen diutarakan ketika seseorang merasa sangat bersalah terhadap orang yang memiliki posisi di atas penutur misalnya terhadap pimpinan, guru/dosen, atau terhadap seniornya.(*)

Baca Juga