POJOKNULIS.COM - Energi listrik merupakan hal yang sangat penting di kehidupan masyarakat saat ini. Tidak hanya untuk menyakan lampu saat gelap, tetapi juga untuk menyalakan alat-alat rumah tangga yang kita gunakan sehari-hari.
Namun tidak dapat dipungkiri, keberadaan listrik dari PLN belum dapat dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat, terutama bagi daerah yang sulit dijangkau. Berangkat dari keterbatasan, membuat desa di kecamatan Cilongok kabupaten Banyumas ini memilih membuat pembangkit listriknya sendiri.
Dengan menggunakan aliran air dari Telaga Pucung yang melewati desanya, masyarakat dusun Kalipondok, desa Karangtengah, kecamatan Cilongok, kabupaten Banyumas, Jawa Tengah ini berhasil membuat Pembangkit Listrik Tenaga MikroHidro (PLTMH).
Air dari Telaga Pucung mengalir deras melewati desa di lereng gunung Slamet ini dan mampu menghidupkan listrik untuk 75 keluarga yang tinggal di sana.
Konsepnya yaitu dengan mengarahkan air menuju turbin melalui pipa besi sepanjang 200 meter dari lokasi pintu air sampai ke bangunan yang terdapat turbin di situ. Arus air yang mengalir dari ketinggian itu kemudian menabrak turbin, lalu menciptakan gerakan sentripetral yang memicu dorongan kepada generator.
Setelah menggerakkan turbin, arus air yang sudah tidak terlalu deras akan ditampung di sebuah bak untuk kemudian diarahkan kembali ke sungai. Proses menghidupkan generator menggunakan arus air ini menimbulkan suara bising yang bisa terdengar hingga radius 30 meter.
Listrik yang berhasil dihasilkan dari proses tersebut selanjutnya akan disalurkan melalui jaringan kabel ke 75 rumah yang ada di Dusun Kalipondok dan juga Dusun Telaga Pucung. Adapun tarif listrik yang dikenakan kepada warga dusun hanya Rp. 500 per kilowatt jam (kWh).
Iuran dibayarkan warga tiap bulan dengan nominal yang berbeda tergantung dari jumlah pemakaian dan besaran instalasi listrik yang mereka pasang. Rata-rata warga membayar iuran mulai dari Rp. 30.000 sampai Rp.70.000 per bulan.
Dalam sebulan, iuran yang terkumpul bisa mencapai 2 juta rupiah. Dari iuran itu digunakan untuk persiapan perbaikan dan perawatan alat serta honor untuk pengurus.
Generator listrik menyala 24 jam sehari non stop. Namun listrik akan dipadamkan selama 5 jam setiap dua pekan sekali, untuk dilakukan pemeliharaan generator. Pemadaman dimulai sejak pukul 8 pagi hingga pukul 3 sore.
Hingga saat ini terhitung ada 75 bangunan yang dialiri listrik dari PLTMH, dengan rincian 73 rumah warga yang dikenakan iuran wajib dan dua fasilitas umum berupa Balai RT dan masjid yang bebas iuran.
Tolak Kehadiran Listrik PLN
Para warga setempat sepakat untuk menolak kehadiran listrik PLN di wilayah mereka. Hal ini dikarenakan jika listrik PLN mengaliri rumah-rumah warga, maka dikhawatirkan PLTMH yang selama ini dirawat dengan baik oleh warga akan menjadi terbengkalai.
Sejak awal mula dibangunnya PLTMH, para warga secara gotong royong selama tujuh bulan bekerja membangun pondasi, memasang tiang hingga membangun jaringan induk. Selain karena kekhawatiran tersebut, penolakan warga juga dilandasi karena terjalin ikatan sosial yang kuat antar warga.
Jika ada salah satu warga yang mengalami gangguan aliran listrik, maka warga setempat secara bergotong royong akan segera membereskan masalah tersebut. Hal ini tentu tidak bisa dilakukan jika listrik yang mereka gunakan disuplai oleh PLN, yang akan mengirim teknisinya jika terjadi masalah listrik di rumah warga.
Tidak hanya saat terjadi gangguan, warga juga melakukan kerja gotong royong saat adanya perbaikan rutin di turbin dan generator PLTMH. Uang hasil iuran warga setiap bulannya digunakan untuk pembaruan suku cadang berupa fan belt dan kabel jaringan. (*)