POJOKNULIS.COM - Bangsa Indonesia, terkenal dengan keberagaman suku dan kebudayaannya, juga bangsa yang berkesenian, khususnya di seni tari. Di tengah gemerlapnya budaya Jawa, terdapat keindahan yang tak ternilai dalam tarian tradisional yang dikenal sebagai "lengger lanang".
Kebudayaan Lengger Lanang merupakan salah satu kesenian yang berkembang di daerah Banyumas, Jawa Tengah. Sebagai bagian integral dari warisan seni Indonesia, lengger lanang tidak hanya menghadirkan keanggunan gerakan, tetapi juga memperlihatkan kedalaman makna dalam budaya Jawa Tengah.
Tarian ini merupakan bagian dari budaya Jawa dan biasanya dipentaskan dalam berbagai acara adat, upacara, festival, dan pertunjukan seni tradisional. Budaya ini menampilkan seni tari yang dilakukan oleh penari pria dengan dandanan dan kostum menyerupai wanita, dengan iringan yang berasal dari seperangkat alat musik calung.
Kostum dan Musik
Dalam tarian lengger lanang, penari biasanya menggunakan kostum yang khas, seperti kain sarung, kemeja, dan selendang. Gerakan dalam tarian ini cenderung lembut dan mengalir, seringkali menggambarkan keindahan alam, perasaan romantis, atau kisah-kisah legendaris.
Selain gerakan tubuh yang elegan, lengger lanang juga sering diiringi oleh musik tradisional Jawa seperti gamelan. Musik gamelan memberikan nuansa yang khas dan memperkuat kesan magis dari tarian ini.
Asal Usul dan Sejarah
Di masa kolonial Belanda para petinggi tionghoa mengadakan pesta malam yang disebut dengan marungan. Tari Lengger saat itu dijadikan hiburan dengan ditarikan di depan para petinggi tersebut. Saat tengah malam penari Lengger menuangkan minuman keras ke gelas para petinggi itu.
Di saat itulah jika penari setuju dengan ajakan mereka akan terjadi transaksi seksual. Peristiwa ini makin membuat penari lengger dipandang buruk oleh masyarakat, mereka menganggap Lengger selalu berkaitan dengan kegiatan prostitusi.
Pemertahanan dan Perkembangan
Berkembangnya jaman dan teknologi juga membuat tari Lengger Lanang dapat diperkenalkan melalui media seperti YouTube, acara TV, dan lain-lain. Selain itu, lengger lanang juga terus beradaptasi dengan zaman modern, dengan berbagai penyempurnaan dan inovasi baik dalam kostum, musik, maupun koreografi.
Namun, meskipun mengalami perkembangan, esensi dan makna dari tarian ini tetap dijaga dan dilestarikan oleh masyarakat Jawa Tengah sebagai bagian penting dari warisan budaya mereka.
Tanggapan Masyarakat
Sebagai budaya cross gender, lengger lanang mendapat berbagai kecaman dari masyarakat yang mengganggap jika komunitas tersebut mendukung LGBT. Terjadi diskriminasi pada para seniman lengger lanang sehingga mereka merasa resah tampil secara bebas dan terbuka.
Saat melakukan pertunjukan, banyak penonton yang mengolok-olok para penari dengan sebutan tak pantas seperti "bencong". Akulturasi budaya merupakan salah satu hal yang menyebabkan mulai hilangnya kesenian khas Banyumas ini. Banyak masyarakat yang enggan mempelajari seni tari Lengger Lanang, menurut mereka tidak wajar jika laki-laki berdandan dan menari dengan anggun menyerupai wanita.
Selain itu ada juga yang berpendapat, bahwa hal itu bertentangan dengan ajaran agama Islam, yang tidak memperbolehkan seorang pria menyerupai seorang perempuan dan sebaliknya.
Meskipun begitu hingga sekarang tarian tradisional tersebut masih sering ditampilkan dalam berbagai kegiatan. Di era sekarang Lengger Lanang lebih banyak ditampilkan oleh wanita, tetapi dibeberapa daerah masih menggunakan penari laki-laki yang berdandan layaknya perempuan.
Lengger lanang adalah sebuah cerminan dari keindahan, keanggunan, dan kedalaman budaya Jawa Tengah. Melalui gerakan yang indah dan makna yang dalam, tarian ini tidak hanya memperkaya panorama seni tradisional Indonesia, tetapi juga memperkokoh identitas dan kebanggaan budaya masyarakat Jawa Tengah.
Oleh karena itu, kebudayaan ini harus terus dilestarikan dan dihargai, lengger lanang akan terus menjadi bagian tak terpisahkan dari kekayaan budaya bangsa Indonesia.