POJOKNULIS.COM - Freeport adalah perusahaan Amerika Serikat yang masuk ke Indonesia pada tahun 1967 dengan adanya UU Nomor 1 tahun 1967 tentang penanaman modal.
Freeport masuk ke Indonesia setelah penandatanganan kontrak selama 30 tahun antara pemerintah Indonesia dan Freeport yang menjadi awal kisah panjang keberadaan Freeport dengan segala kontroversinya.
Dalam kontrak pertama tersebut, Freeport mendapat keistimewaan bebas pajak untuk 3 tahun, pemotongan pajak 35 persen 7 tahun setelahnya dan bebas dari royalti selain 5 persen pajak penjualan.
Cadangan baru ditemukan di pegunungan Grasberg, Freeport meneruskan kontrak baru dengan Indonesia melalui Kontrak Karya II yang ditandatangani pada tahun 1991.
Semakin menggila Freeport melakukan penambangan di Pulau Papua. Tak tanggung-tanggung, dari 2,6 juta hektar freeport memperluas penambangannya menjadi 10.908 hektar.
Selain tentang penambahan wilayah, kontrak Karya II juga terdapat divestasi saham dari Freeport ke Indonesia.
10 tahun pertama yaitu hingga 2001 Freeport memberikan saham pada Indonesia sebanyak 10 persen, kemudian untuk selanjutnya 10 tahun kedua harusnya melakukan divestasi saham ke Indonesia sebesar 51 persen, namun entah apa yang terjadi dan divestasi saham 51 persen baru terjadi pada tahun 2018.
Lalu selama 60 tahun lebih Freeport ada di Indonesia, bagaimana efek keberadaannya? Apakah membawa manfaat atau kerugian? Mungkin cukup sulit untuk mengetahui keseluruhan data, namun berikut ditampilkan kontribusi PT Freeport Indonesia dari tahun 1992-2020
PT Freeport Indonesia atau bis disebut PTFI merupakan tambang emas terbesar di dunia, sejak tahun 1992-2021 PTFI telah berkontribusi terhadap Indonesia sebesar US$21,1 miliar atau jika dirupiahkan menjadi Rp 300 triliun dengan kurs Rp 14.200/ per US$.
Selain itu PTFI juga berkontribusi secara tidak langsung senilai US$ 49,1 dalam 5 dekade terakhir, kontribusi tidak langsung ini didapat dari pembayaran gaji karyawan, pembangunan daerah, pembelian dalam negeri, pengembangan masyarakat serta investasi dalam negeri.
Berdasar dari LPEM-UI PTFI berkontribusi 0,78% terhadap PDB Indonesia, juga berkontribusi 34% pada PDB Provinsi Papua dan 67,7% untuk PDB Mimika. PTFI juga memberikan kesempatan kerja sebanyak 210 ribu dimana 64 ribu pekerja dari Papua dan 146 ribu dari luar Papua.
Efek dari penambangan sangat mengena terhadap lingkungan yang berada disekitarnya. Dengan adanya penambangan tentu merusak lingkungan di daerah sekitar.
Dari hasil perhitungan tenaga ahli IPB, kerugian ekosistem yang dialami diperkirakan mencapai Rp 166 triliun. Kerugian ini akibat dari pencemaran yang berasal dari limbah operasional tambang di sungai, hutan, estuari dan kawasan laut.
PT Freeport juga menggunakan kawasan hutan lindung dalam kegiatan operasional seluas 4.535,93 hektare tanpa ada IPPKH( Izin Pakai Pinjam Kawasan Hutan).
Dalam hasil audit ikhtisar hasil pemeriksaan semester (IHPS) I/2017, pengelolaan pertambangan mineral PT Freeport Indonesia belum sepenuhnya sesuai dengan ketentuan yang berlaku demi menjamin pencapaian prinsip pemanfaatan sumber daya alam berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.
Itulah sekian ulasan mengenai pertambangan PT Freeport Indonesia dengan segala kontroversinya, untung atau rugi dari keberadaan PT Freeport sulit untuk dinilai secara mendalam.
Yang terjadi sudahlah terjadi, sekarang Indonesia telah memiliki kepemilikan 51 persen saham Freeport dan semoga saja sumber daya alam yang ada di Papua ini terus bisa menjadi berkah untuk seluruh bangsa Indonesia itu sendiri.