POJOKNULIS.COM - Bangunan peninggalan Belanda di Indonesia biasanya saat ini sudah mangkrak atau berubah fungsinya. Namun tidak dengan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) di desa Ketenger, Baturraden.
Di tengah hutan rimbun di area lereng Gunung Slamet ini, sebuah bangunan berarsitektur Belanda masih berdiri dengan kokoh. Tumpukan batu kali menjadi pondasi utama bangunan yang tidak berubah bentuknya sejak pertama didirikan itu.
Bangunan yang memiliki desain yang khas dengan nama PLTA Ketenger tertulis besar di bagian atas pintu utama bangunan itu bisa dipastikan merupakan peninggalan pemerintahan Hindia Belanda di Indonesia.
Rumah pembangkit (Power House) ini tidak hanya terjaga keaslian bangunannya, namun juga masih beroperasi sejak awal didirikan pada tahun 1939.
Suara bising langsung merasuki telinga saat memasuki ruangan bangunan yang terdapat mesin pembangkit tenaga listrik di dalamnya. Turbin dan generator tua itu masih terus bekerja 24 jam untuk menghasilkan energi listrik demi memenuhi kebutuhan listrik masyarakat.
Kondisi turbin maupun generator yang sudah tua itu masih seperti baru meskipun telah beroperasi selama lebih dari 80 tahun. Mesin tersebut selalu berada dalam pengawasan dari pegawai khusus PT Indonesia Power yang setiap hari mengecek kondisi mesin.
Pemeriksaan dan perawatan mesin dilakukan secara berkala, baik mingguan hingga tahunan untuk memastikan kinerja mesin tetap terjaga. Oleh karena itu, tidak heran perusahaan hingga kini belum berniat menggantinya dengan mesin keluaran terbaru.
Selain pemeriksaan dan perawatan oleh petugas, peran aktif masyarakat dalam menjaga kebersihan sumber air juga turut menjamin keawetan mesin pembangkit. Debit air harus dipastikan terjaga demi menjamin kelangsungan produksi listrik.
Hal ini dikarenakan air menjadi sumber primer yang menggerakkan turbin untuk memproduksi energi listrik dengan bantuan generator. Karena itu PT Indonesia Power bersinergi dengan masyarakat dengan melakukan konservasi Daerah Aliran Sungai (DAS) melalui program pemberdayaan atau Corporate Social Responsibility (CSR).
Pembangkit Listrik Tenaga Air Diklaim Ramah Lingkungan
PLTA Ketenger ditopang oleh 3 unit mesin pembangkit berkapasitas 8,5 MW, ditambah 1 unit berkapasitas 0,5 MW. Karena menggunakan sumber daya air, pembangkit listrik ini diklaim ramah lingkungan.
Dalam proses memproduksi energi listrik, sub unit itu tidak menghasilkan asap, abu, maupun limbah yang dapat merugikan warga sekitar. Bahkan dalam proses operasionalnya nyaris tidak menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat maupun ekosistem alam sekitar.
Sumber daya alam yang digunakan juga bisa dipastikan tidak hilang karena air yang digunakan sejatinya tidak kehilangan volumenya. Air buangan sisa produksi tetap terjaga kejernihannya dan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat di sekitar aliran sungai.
Hal ini dikarenakan yang dimanfaatkan adalah tinggi jatuhnya air. Air yang digunakan seperti hanya lewat saja, kembali mengalir ke sungai dan tidak mengandung limbah.
Keramahan PLTA Ketenger terhadap lingkungan sekitar juga diakui oleh warga. Warga tetap bisa memanfaatkan sumber mata air yang ada untuk dikonsumsi maupun pengairan.
Bahkan keberadaan bendungan dan jaringan pipa pesat peninggalan Belanda di wilayah tersebut justru mendukung pengembangan pariwisata. Bangunan bersejarah itu memiliki daya tarik tersendiri bagi wisatawan yang tidak hanya terpesona akan panorama alam.
Terdapat kolam tando air yang berfungsi untuk menampung air dengan pemandangan alam sekitar yang asri. Selain bangunan bersejarahnya, dua pipa air besar yang terbentang seolah membelah hutan di sekitarnya juga menjadi spot foto menarik bagi wisatawan. (*)