Mengurangi Resiko Stunting dengan Edukasi dan Pencegahan Pernikahan Dini

POJOKNULIS.COM - Stunting adalah gangguan pertumbuhan dan perkembangan pada anak balita yang terlihat lebih pendek dari anak sesuai usianya. Kondisi ini terjadi karena kurangnya nutrisi dan infeksi berulang. Dampak lain yang ditimbulkan untuk kesehatan sampai dewasa adalah gangguan metabolik seperti diabetes, stroke, obesitas, penyakit jantung dan lain sebagainya. 

Stunting bisa disebabkan karena berasal dari orang tua dengan melakukan pernikahan dini. Pernikahan usia dini dan hamil muda tentunya tidak baik untuk si ibu dan juga anak yang dikandungnya.

Bahaya untuk kehamilan ibu muda atau dibawah umur adalah resiko lahir prematur, berat badan bayi rendah, dan pendarahan yang mengakibatkan resiko kematian pada ibu dan bayi. 

Menurut pemerintah usia ideal untuk menikah adalah 21 tahun untuk perempuan dan 25 tahun untuk laki. Di usia tersebut keadaan fisik dan mental dianggap sudah stabil dan siap ketika nanti mengalami masa kehamilan. Namun di era modern seperti sekarang justru banyak sekali kasus pernikahan diri yang menyebabkan masalah kesehatan pada bayi yaitu stunting.

Walaupun pernikahan dini bukan satu-satunya yang menjadi penyebab stunting, mayoritas kehamilan anak dibawah umur menyebabkan stunting karena kurang kesiapan fisik pada sang ibu. 

Ada beberapa cara untuk mencegah stunting diantaranya:

1. Menyediakan pendidikan formal

Meberikan fasilitas pada anak untuk bisa mengenyam pendidikan formal. Melalui pendidikan formal guru/tenaga pengajar akan mengarahkan pada hal yang positif seperti mengikuti organisasi atau olimpiade. Menurut riset juga ketika tingkat pendidikan meningkat maka perkawinan pada anak berkurang.

Anak yang bersekolah cenderung sadar bahwa belajar lebih penting dipersiapkan untuk masa depan dibandingkan mempersiapkan pernikahan. Mereka akan menyadari bahwa kualitas diri harus ditingkatkan untuk menghadapi kehidupan nanti saat menikah.

2. Sosialisasi tentang seks

Pada masa remaja usia produktif perlu diberikan pengetahuan tentang pendidikan seks. Remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak yang kemudian mengalami perubahan fungsi reproduksi. Perlunya edukasi bagi anak muda tentang kesehatan fungsi reproduksi yang penting dilakukan.

Memberikan pengetahuan bahayanya pergaulan bebas, gangguan penyakit kelamin dan kehamilan dibawah umur sehingga dipaksa untuk menikah. Anak-anak remaja akan sadar pentingnya menjaga diri sendiri agar tidak terjerumus kedalam pergaulan bebas.

3. Dukungan peran pemerintah

Peran pemerintah disini adalah membuat peraturan tentang usia minimal pernikahan. Manfaat dari peraturan ini adalah mengurangi angka pernikahan dini, resiko kematian pada ibu dan bayi, mencegah bayi stunting dan lain sebagainya.

4. Meningkatkan kesetaraan gender

Pernikahan dini masih banyak terjadi karena pemikiran orang tua jaman dulu yang masih diterapkan hingga sekarang. Umumnya hal ini terjadi pada anak perempuan. Mereka menganggap bahwa anak yang sudah bisa melakukan pekerjaan rumah tangga sudah siap menikah.

Biasanya hal seperti ini terdapat unsur paksaan kepada anak perempuan. Padahal usia produktif bisa dimanfaatkan untuk menyalurkan hobi, bersekolah, bermain dan bergaul dengan teman se umurannya.

Kesetaraan gender perlu diterapkan agar orang tua sadar bahwa anaknya lebih baik memanfaatkan waktu mudanya untuk berkembang bukan dengan menjalani hidup rumah tangga terlalu dini dan menjalani kehamilan usia dibawah umur. 

Mengurangi resiko pernikahan dini tentunya harus dilakukan oleh semua pihak. Kita bisa mengarahkan anak ke dalam hal positif agar terhindar dari pernikahan dini dan kehamilan dibawah umur. (*)

Baca Juga
Tentang Penulis
Artikel Menarik Lainnya