Tantangan yang Dihadapi Oleh Generasi Sandwich dan Cara Mengatasinya

POJOKNULIS.COMGenerasi Sandwich diartikan sebagai seseorang yang terhimpit di antara lapisan atas yaitu orang tua dan mertuanya, dengan lapisan bawah yaitu anak-anaknya.

Seseorang disebut sebagai generasi sandwich apabila seseorang sudah menikah dan memiliki anak yang menjadi tanggungannya, tetapi juga masih harus merawat dan menghidupi orang tua maupun mertuanya.

Tantangan utama yang pada umumnya dihadapi generasi sandwich di Indonesia tentu saja keperluan finansial bagi orang tua dan anak-anaknya. Oleh karena itu perlu melakukan persiapan secara finansial berupa investasi dan dana darurat, serta dana pensiun harus disiapkan dengan baik.

Selain itu tentunya generasi sandwich perlu membuat rencana keuangan yang baik. Hal ini termasuk dalam membuat anggaran, memprioritaskan pengeluaran yang diperlukan, menyisihkan uang untuk ditabung demi masa depan dan mengurangi serta menghindari hutang.

Namun tantangan yang dihadapi oleh generasi sandwich tidak hanya masalah finansial saja. Selain finansial, generasi sandwich juga memiliki beberapa tuntutan peran yang harus dijalankan dan berpotensi menyebabkan mereka beresiko terkena masalah kesehatan mental termasuk di antaranya stres, gangguan kecemasan dan depresi.

Salah satu penyebab stres yang bisa dialami oleh generasi sandwich dalam mengelola pengasuhan multigenerasi yaitu jika terjadi perbedaaan pendapat dengan orang tua, intervensi yang terlalu jauh oleh orang tua dalam kehidupan ramah tangga, serta kebutuhan akan perhatian yang datang bersamaan antara orang tua dengan anak.

Dalam menghadapi tantangan ini, Generasi sandwich diharapkan untuk memiliki strategi Coping yang tepat bagi dirinya untuk menjaga kesehatan psikologisnya. Pada umumnya strategi coping terdiri dari dua bentuk yaitu strategi coping berorientasi pada masalah dan berorientasi pada emosi.

Strategi Coping berorientasi pada masalah (Problem Focused Coping) merupakan strategi untuk mengubah situasi yang sedang dihadapi. Pada umumnya strategi ini bisa dilakukan dengan menyingkirkan sumber masalah atau membuat langkah-langkah untuk memperbaiki situasi.

Beberapa yang bisa dilakukan di antaranya membuat to-do-list hal-hal yang bisa dilakukan untuk memperbaiki keadaan, meninggalkan situasi toxic yang tidak bisa lagi ditoleransi, dan membuat time management agar bisa menyelesaikan pekerjaan dengan efektif.

Sedangkan strategi Coping berorientasi pada emosi (Emotion Focused Coping) merupakan langkah yang dilakukan untuk memulihkan perasaan dan emosi. Langkah ini dipilih saat dirasa tidak ingin mengubah situasi yang ada atau situasi tersebut berada di luar kendali kita.

Saat kita merasa kecewa, marah, sedih dan berduka, kita perlu menyiapkan langkah yang bisa dilakukan untuk memulihkan emosi kita. Bisa dengan mandi air hangat, memesan pijat refleksi, meditasi, berolahraga, atau melakukan kegemaran apapun yang bisa meningkatkan moralitas kita seperti sedia kala.

Perlu diingat bahwa ada juga strategi Coping yang sebaiknya tidak boleh kita lakukan karena bukannya memperbaiki keadaan, namun malah memperkeruh keadaan. Di antaranya seperti mengonsumsi alkohol atau obat-obat terlarang, terlalu banyak makan, mengurung diri atau bahkan kabur dari rumah.

Di antara dua jenis strategi Coping di atas tidak ada yang benar-benar baik dan berfungsi 100% karena penggunaan strategi Coping juga didasarkan pada masalah yang kita hadapi.

Saat masalah dirasa masih bisa kita selesaikan maka sebisa mungkin kita selesaikan, dan saat dirasa tidak bisa maka yang perlu dipulihkan adalah emosional kita.

Terkadang kita juga perlu menggabungkan kedua jenis strategi Coping di atas agar masalah kita lebih cepat selesai. Komunikasikan juga dengan keluarga atau orang-orang terdekat agar masalah yang dihadapi tidak membebani diri kita seorang diri. (*)

Baca Juga
Tentang Penulis