POJOKNULIS.COM - Thalasemia adalah penyakit darah bawaan yang disebabkan oleh kelainan genetik pada hemoglobin, yaitu protein yang mengangkut oksigen dalam sel darah merah.
Thalasemia dapat menurunkan jumlah dan kualitas sel darah merah, sehingga menyebabkan anemia atau kekurangan darah.
Thalasemia dapat diturunkan dari orang tua ke anak, sehingga perlu dilakukan deteksi dini dan pengobatan yang tepat untuk mencegah komplikasi yang serius.
Jenis-jenis Thalasemia pada Anak
Thalasemia dibedakan menjadi dua jenis utama, yaitu thalasemia alfa dan thalasemia beta. Jenis ini ditentukan oleh jenis rantai hemoglobin yang terpengaruh oleh mutasi genetik.
Rantai hemoglobin terdiri dari empat subunit, yaitu dua rantai alfa dan dua rantai beta.
Thalasemia alfa terjadi ketika ada satu atau lebih gen yang bertanggung jawab untuk membuat rantai alfa hilang atau rusak.
Thalasemia alfa dapat dibagi menjadi empat tingkat keparahan, yaitu:
- Silent carrier. Ini adalah bentuk thalasemia alfa paling ringan, di mana hanya satu gen rantai alfa yang hilang. Penderita biasanya tidak menunjukkan gejala apapun dan tidak memerlukan pengobatan.
- Thalasemia minor alfa. Ini adalah bentuk thalasemia alfa sedang, di mana dua gen rantai alfa hilang. Penderita biasanya memiliki gejala anemia ringan, seperti lelah, pucat, dan sesak napas. Penderita tidak memerlukan pengobatan, tetapi perlu menjaga pola makan dan kesehatan secara umum.
- Hemoglobin H. Ini adalah bentuk thalasemia alfa berat, di mana tiga gen rantai alfa hilang. Penderita memiliki gejala anemia berat, seperti kulit kuning, pembesaran hati dan limpa, tulang wajah tidak normal, dan pertumbuhan terhambat. Penderita memerlukan transfusi darah secara berkala dan obat-obatan untuk mengeluarkan kelebihan zat besi dari tubuh.
- Hidrops fetalis. Ini adalah bentuk thalasemia alfa paling parah, di mana keempat gen rantai alfa hilang. Penderita biasanya meninggal sebelum atau sesaat setelah lahir karena kegagalan organ vital.
Thalasemia beta terjadi ketika ada satu atau dua gen yang bertanggung jawab untuk membuat rantai beta bermutasi atau rusak.
Thalasemia beta dapat dibagi menjadi tiga tingkat keparahan, yaitu:
- Thalasemia minor beta. Ini adalah bentuk thalasemia beta ringan, di mana hanya satu gen rantai beta yang bermutasi. Penderita biasanya memiliki gejala anemia ringan, seperti lelah, pucat, dan sesak napas. Penderita tidak memerlukan pengobatan, tetapi perlu menjaga pola makan dan kesehatan secara umum.
- Thalasemia intermedia beta. Ini adalah bentuk thalasemia beta sedang, di mana kedua gen rantai beta bermutasi dengan tingkat keparahan yang berbeda-beda. Penderita memiliki gejala anemia sedang hingga berat, seperti kulit kuning, pembesaran hati dan limpa, tulang wajah tidak normal, dan pertumbuhan terhambat. Penderita mungkin memerlukan transfusi darah sesekali dan obat-obatan untuk mengeluarkan kelebihan zat besi dari tubuh.
- Thalasemia mayor beta. Ini adalah bentuk thalasemia beta paling parah, di mana kedua gen rantai beta bermutasi dengan tingkat keparahan yang sama atau hampir sama. Penderita memiliki gejala anemia sangat berat, seperti kulit kuning, pembesaran hati dan limpa, tulang wajah tidak normal, pertumbuhan.
Cara deteksi dini penyakit Thalasemia pada anak
1). Skrining bayi baru lahir
Ini adalah cara paling efektif untuk mendeteksi thalasemia pada anak sejak dini. Skrining ini dapat mendeteksi bentuk thalasemia yang paling umum hingga parah, seperti thalasemia beta mayor dan intermedia.
Skrining ini dilakukan dengan mengambil sampel darah dari tumit bayi dan menguji hemoglobinnya dengan metode elektroforesis atau kromatografi cair.
2). Pemeriksaan darah lengkap
Ini adalah cara untuk mengevaluasi jumlah dan kualitas sel darah merah pada anak.
Pemeriksaan ini dapat menunjukkan gejala anemia, seperti hemoglobin rendah, hematokrit rendah, MCV rendah, MCH rendah, dan RDW tinggi.
Pemeriksaan ini juga dapat mengamati bentuk dan ukuran sel darah merah, yang mungkin abnormal pada anak dengan thalasemia.
3). Pemeriksaan elektroforesis hemoglobin
Ini adalah cara untuk mengidentifikasi jenis dan jumlah hemoglobin yang terdapat dalam sel darah merah.
Pemeriksaan ini dapat mendeteksi adanya hemoglobin yang tidak normal, seperti hemoglobin A2, hemoglobin F, atau hemoglobin H, yang merupakan ciri khas dari thalasemia.
4). Pemeriksaan zat besi
Ini adalah cara untuk mengetahui kadar zat besi dalam darah dan jaringan tubuh. Pemeriksaan ini dapat membantu membedakan antara anemia akibat kekurangan zat besi atau akibat thalasemia.
Pada anak dengan thalasemia, kadar zat besi biasanya normal atau tinggi, sedangkan pada anak dengan kekurangan zat besi, kadar zat besi biasanya rendah.
5). Pemeriksaan genetik
Ini adalah cara untuk mengetahui mutasi genetik yang menyebabkan thalasemia pada anak.
Pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan mengambil sampel darah atau jaringan lain dari anak atau orang tuanya.
Pemeriksaan ini dapat memberikan informasi tentang jenis dan tingkat keparahan thalasemia, serta risiko penularan kepada keturunan.
6). Pemeriksaan prenatal
Ini adalah cara untuk mendeteksi thalasemia pada janin sebelum lahir.
Pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan mengambil sampel cairan ketuban, darah tali pusat, atau jaringan plasenta dari ibu hamil yang memiliki risiko tinggi mengandung bayi dengan thalasemia.
Pemeriksaan ini dapat memberikan informasi tentang kondisi kesehatan dan perkembangan janin.
Cara mencegah Thalasemia pada anak
1). Melakukan pemeriksaan kesehatan pranikah
Pemeriksaan kesehatan pranikah adalah cara untuk mengetahui apakah pasangan yang akan menikah memiliki gen thalasemia yang bisa diturunkan kepada anak.
Pemeriksaan ini dilakukan dengan mengambil sampel darah dari calon pengantin dan menguji hemoglobin dan genetiknya.
Pemeriksaan ini sebaiknya dilakukan sedini mungkin, terutama jika ada riwayat keluarga yang menderita thalasemia.
2). Melakukan konseling genetik
Ini adalah cara untuk mendapatkan informasi dan bimbingan tentang risiko, kemungkinan, dan pilihan yang berkaitan dengan thalasemia.
Konseling genetik dapat membantu pasangan yang memiliki gen thalasemia untuk memutuskan apakah mereka ingin memiliki anak atau tidak, dan bagaimana cara menghadapi kondisi anak jika terlahir dengan thalasemia.
3). Melakukan pemeriksaan prenatal
Ini adalah cara untuk mendeteksi thalasemia pada janin sebelum lahir.
Pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan mengambil sampel cairan ketuban, darah tali pusat, atau jaringan plasenta dari ibu hamil yang memiliki risiko tinggi mengandung bayi dengan thalasemia.
Pemeriksaan ini dapat memberikan informasi tentang kondisi kesehatan dan perkembangan janin, serta memberikan pilihan untuk melanjutkan atau mengakhiri kehamilan.
4). Melakukan prosedur bayi tabung
Prosedur bayi tabung dapat dilakukan untuk mencegah thalasemia menurun kepada anak dengan cara memilih embrio yang bebas dari kelainan genetik sebelum ditanamkan ke dalam rahim ibu.
Prosedur ini dilakukan dengan cara mengambil sel telur dan sperma dari pasangan yang memiliki gen thalasemia, lalu melakukan fertilisasi di laboratorium.
Selanjutnya, embrio yang dihasilkan akan diuji untuk mengetahui adanya mutasi genetik yang menyebabkan thalasemia.
Hanya embrio yang sehat yang akan dipilih untuk ditanamkan ke dalam rahim ibu.